Sunday, April 2, 2017

Indiependent

Dihadapan saya saat ini ada secangkir teh manis panas dan semangkuk ubi yang direbus bersama gula merah. Jangan dekat-dekat dengan saya, saya pelit. Dan hujan.

Hujan turun dengan sabar sejak siang tadi, hingga malam ini ia dan kawan-kawannya belum bosan membuat kegaduhan di genting rumah saya dan juga angin yang bersamanya cukup membuat selimut yang sedari tadi terlipat rapi di ujung kasur menjadi terbuka lebar dan menutupi sebagian badan saya.
Waktu menunjukkan pukul setengah 8 malam, namun sunyinya sudah seperti jam 2 pagi. Hanya suara iklan televisi yang sayup-sayup terdengar dari ruang tengah rumah, disertai gemuruh suara air hujan yang membuat nada khas di genting rumah saya, saya sedang berbaring menatap langit-langit kamar, menerawang, apa yang sedang saya lakukan. Pikiran mulai melayang. 

Sebenarnya saya sedang tidak ingin menulis ini, tapi seperti sebelumnya jika suasana hati saya sedang tidak karuan, menulisnya disini adalah obatnya. Saya sering menulis disini, namun tulisan saya disini harus melalui beberapa tahapan hingga bisa saya klik "publish" dan bisa dibaca orang-orang. Dari puluhan tulisan, biasanya hanya satu yang lulus dari kriteria layak publish. Bukan layak publish sih, tapi karena tulisannya lengkap. Why? karena saya kalo udah nulis, suka banyak godaannya, akhirnya idenya terlupa, akhirnya ga kelar dan ujung-ujungnya bakal terdampar di folder draft blog ini. Tinggal tunggu waktu aja buat ngapus puluhan tulisan yang berjejer di folder draft itu. Semoga blog ini lulus uji coba dan bisa publish. heheu

Sekitar sebulan yang lalu saya memutuskan untuk keluar dari zona nyaman saya, akhirnya saya bekerja di sebuah manajemen hotel. Mungkin bagi sebagian orang ini adalah kerjaan idaman, tapi bagi saya ini tak lebih dari sekedar coba-coba dan refreshing. Saya tidak begitu memimpikan kerjaan seperti ini. "Coba aja supaya kamu tahu rasanya orang kerja kantoran, kerja dengan tim, kerja dibawah arahan bos dan bla bla bla, kalo ga betah ya nanti pindah" kata kakak kepada saya ketika saya meminta sarannya untuk mengambil atau tidak tawaran kerjaan itu. Kakak saya ini paham betul karakter saya, dia tau saya ga suka kerja terikat, ga suka kerja formal, tapi mungkin sebagai kakak ia ingin melihat saya mencoba berbagai hal agar punya beberapa gambaran tentang dunia kerja dan pengalaman.

Hari-hari yang saya lalui menjalani pekerjaan itu yah dibilang mulus tidak dan dibilang tidak mulus-pun tidak. Standar lah sih kalo kata orang. Ada asiknya karena kenal banyak orang, tau lingkungan kerja itu seperti apa, bisa jalan-jalan gratis bolak-balik gili (pulau kecil), nginap di villa yang harga sewanya sampai 8jt/bulan. Ada ga enaknya juga tapi ga mau saya kasih tau, karena keluhan bukanlah hal yang pantas diutarakan, biar saya dan Tuhan saja yang tahu, saya kan pelit.
Dan saya memutuskan resign dari kerjaan itu tepat di hari pertama bulan kedua. Jiwa saya memaksa saya untuk meninggalkan kerjaan itu, seperti ada yang mengingatkan saya bahwa sifat asli saya itu memang tidak suka hal-hal yang terikat. Jiwa itu bebas, buat apa kerja kalo jiaw tidak bebas? :))

Jadi, semenjak masuk kuliah saya mulai mengenal beberapa hal yang berbau indie, minoritas, melawan pasar, suka berlawanan arah. Tapi pada dasarnya jiwa saya ini adalah jiwa yang perasa, sangat sensitif dan peka. Tercampurlah dua elemen itu menjadi satu. Tahun demi tahun saya menjaganya, hingga kemudian membangun karakter saya yang saat ini, senang dengan hal yang orang lain tidak tahu, suka dengan sesuatu yang tak banyak orang suka, malah saya merasa tertantang untuk mencari hal-hal yang tak banyak diketahui orang dan merasa bangga jika hanya segelintir saja yang suka dengan apa yang saya suka, itu menandakan selera saya adalah selera orang-orang pilihan, premium dan langka.

Beberapa lagu dari band-band indie favorit terdengar ringan di telinga saya via earphone yang baru saya beli beberapa hari yang lalu. Nah, karena lagu-lagu inilah rasa "indie" saya muncul lagi ke permukaan. Seperti diajak kembali ke masa dimana jiwa independent saya sedang tumbuh dan berkembang dengan liar. Lagu memang punya memory tersendiri yang bisa membawa pendengarnya kembali di satu masa dan rasa yang memorial.

Saya lahir dari orang pintar dan kreatif. Bapak saya terkenal sangat kreatif dalam membuat sesuatu, salah satu masterpiece -thanks om idepp atas bantuannya menemukan kosakata ini- beliau yang paling fenomenal adalah sebuah kandang ayam 3 susun yang diletakkan di depan rumah, ya walaupun kini tak ada sisa ataupun bekas dari maha karyanya setelah semua ayam di kandang itu kami sembelih untuk menyambut lebaran. Ayamnya habis, kandangnya dipreteli dalam sehari. Padahal bapak membuat itu sendiri dan butuh waktu satu minggu untuk menyelesaikannya. Tapi saya tak bisa melupakan bentuk kandang ayam yang bentuknya seperti rumah klasik, agak miring ke kiri karena pondasinya kurang kokoh. Alfatihah buat bapak.

Jadi, saya memutuskan untuk melanjutkan hidup sebagai orang yang menjunjung tinggi karakter indie yang ada dalam jiwa saya. Indie menurut saya adalah dekat dengan kebebasan dan kreatifitas. Saya akan melanjutkan usaha yang sudah saya rintis dan mulai menyusun rencana untuk mengembangkan sebuah usaha baru. Tak lupa juga ada banyak ide dan rencana hebat untuk komunitas lari kesayangan saya, Runjani. Mendirikan kemudian membesarkan runjani hingga saat ini lebih berharga dari segalanya buat saya. Di runjani inilah letak ide kreatifitas saya terasah dan terlatih. Semoga jiwa-jiwa yang bebas dan suka dengan hal yang tidak biasa ini tetap terjaga, kemudian bisa melahirkan suatu hal yang indah dan keren dan juga bisa memberi hal positif dan bermanfaat bagi sekitar. Semoga.

Akhir kata, sampai sini dulu aja ya. kagak tau lagi mau nulis apa. Saya saat ini sedang melayang setelah mendengarkan lagu-lagu dari efek rumah kaca, bara suara, dan sekarang yang sedang diputar adalah Somos Libres dari Sore band.

Aaauuuuuuuuwwwwwwww ~






READ MORE - Indiependent

Thursday, February 4, 2016

Jatim Ultra 100K

Project besar itu dimulai dari obrolan iseng, "Malang-Surabaya, lariin lah".


Tulisan ini saya mulai dengan penuh suka cita, haru dan rasa bangga. Suka cita karena beberapa hari yang lalu akhirnya saya bisa membuat pembuktian pada diri saya khususnya, sebuah pencapaian terbesar sepanjang sejarah hidup saya, tak pernah memimpikannya namun saya berhasil melakukannya. Haru, karena sesuatu yang besar penuh dengan persiapan berat, pengorbanan, tekad dan kemauan yang kuat untuk dapat meraihnya. Bangga, karena saya bisa melakukan hal besar ini bersama dengan teman-teman RMR tercinta, teman yang pada awalnya hanya sebatas teman namun menjadi penyambung hidup saya dan hanya dalam satu hari saya dengan tidak melebih-lebihkan menganggap mereka adalah keluarga saya.

Project ini kalo tidak salah dimulai pada akhir november 2015, saat itu mungkin hanya iseng meng-iya-kan untuk ikut lari 100Km Malang-Surabya yang sedang dibahas di group line RMR (Run Malang Run), sebuah komunitas lari di Kota Malang. Hal itu berlanjut pada pertemuan pertama untuk membahas project ini. Pada pertemuan pertama saya hadir, ada beberapa orang yang sudah saya kenal dan ada beberapa yang kenal tapi belum akrab dan beberapa yang tidak kenal. Pertemuan pertama mulai membahas perihal jarak lari, waktu lari, sistematika lari dan syarat untuk mengikuti project ini.

Syarat untuk dapat mengikuti project ini adalah setiap pelari diharuskan berlari sejauh 130Km dalam kurun waktu 2 minggu saja. Hal ini agak berat menurut saya, karena saya harus berlari sejauh10km per hari selama 13 hari penuh dan hanya 1 hari libur untuk recovery. Bukan berat di jarak, tapi berat untuk lari terus selama 13 hari, saya mungkin tergolong pelari malas karena hanya lari kalo lagi mood saja atau karena ada yang ngajakin heuheuheu

Hari demi hari berlalu, saya disibukkan dengan skripsi. Saya harus melalui seminar hasil pada pertengahan Desember. Padahal skripsi saya tidak menunjukkan pertanda baik menuju semhas. Disamping itu saya belum menyelesaikan syarat untuk bisa mengikuti project yang diberi nama Trans Jatim Ultra 100K. Namun ternyata Tuhan berpihak pada saya, skripsi saya selesai 3 hari sebelum semhas ditambah pada saat semhas tidak banyak revisi yang mengganggu saya, ini berarti saya sudah bisa fokus untuk mengejar syarat 130K dalam  2 minggu. Tuhan lagi2 berpihak pada saya, cukup 9 hari saja saya sudah menyelesaikan lari 130km dengan porsi 70% trail track dan 30% road track. Oke, step pertama terlewati, saya resmi boleh mengikuti project gila ini.

Disamping persiapan dengan berlari, kami para pelari yang akan ikut dalam project ini beserta para tim support mengadakan latihan core bersama. Latihan core ini berfungsi menunjang kekuatan fisik, kalian bisa cari di youtube ada banyak tutorialnya. Latihan core diadakan pada rabu malam, berlokasi di Gor Unggul, Karanglo. Terimakasih sebesar-besarnya kepada mas Geoffery yang telah menyediakan lapangan futsal untuk kami berlatih core. Hampir setiap minggu saya tidak pernah absen untuk ikut latihan core ini, disamping karena memang dirasa harus mengikuti latihan ini saya juga memang senang dengan latihan2 macam begini dan juga kalo latihan dalam ruangan saya bisa mendapatkan ikatan batin dengan para pelari dan tim support yang nantinya akan sangat dibutuhkan pada saat project berjalan.

Pertemuan kedua diadakan, namun hanya sedikit yang hadir dikarenakan musim liburan. Pertemuan hanya membahas rute lari yang akan dilewati dan persiapan2 yang harus dilakukan bagi pelari menjelang hari H. Pertemuan selanjutnya diadakan via gruoup line, pada pertemuan kali ini persiapan sudah mulai menunjukkan peningkatan, banyak masukan dari para pelari dan tim support agar acara ini dapat berjalan lancar nantinya. Pertemuan ketiga diadakan seminggu sebelum race, dan semua pelari dan tim support harus hadir. pertemuan ini sudah mulai membahas hal-hal yang penting bagi pelari dan tim support. Dan pada pertemuan ini sudah dipastikan ada 13 pelari yang ambil bagian dan 10 orang tim support yang membantu. Alat dan keperluan yang dibutuhkan mulai dijabarkan agar nanti semua siap pada hari H.

Seminggu sebelum hari H, saya mulai panik. Persiapan lari yang saya lakukan sangat buruk, dikarenakan efek cuaca kota malang yang sangat buruk, hujan sering turun tanpa adanya tanda yang jelas, tiba tiba saja jatuh ke bumi membuat saya jarang sekali berlatih berlari. Jika dihitung selama seminggu terahir sebelum hari H saya cuma berlari 3 hari saja dengan jarak total kurang lebih 20Km. Disamping itu, seminggu sebelum hari H, saya mulai mengatur pola makan. Total selama 5 hari sebelum race saya tidak makan nasi, saya hanya makan oat, pisang, roti gandum, kentang dan telur. Aneh dan tidak enak memang, tapi ini demi Bungkul-Perak-Bungkul!

Sabtu, 30 Januari 2016 Pukul 13.00
Meeting point berada di Gor Unggul, Karanglo, Malang. Para pelari dan tim support mulai berkumpul satu persatu di lokasi yang juga menjadi titik start ini. Malam sebelum race ini, tidur saya tidak nyenyak. Paginya makanpun tak enak. Saya sudah tidak sabar ingin cepat berlari, hal besar yang 2 bulan ditunggu2 membuat batin tersiksa ternyata.


Semua pelari dan tim support sudah berkumpul di titik start. Kami juga kedatangan reporter dari koran lokal. selain itu ternyata acara ini disupport oleh Phsycopreneur yang akan membantu kita penuh selama acara berlangsung. Satu jam menjelang waktu start, saya mulai memakai baju celana dan sepatu. Briefing mulai dilakukan 30 menit sebelum start oleh Koh Tommy, koordinator tim Support. Dan 15 menit kemudian seluruh tim support sudah meninggalkan lokasi menuju titik cek point yang sudah ditentukan.

Pukul 15.00, race di mulai dan semua pelari mulai berlari menyicil langkah demi langkah menuju Kota surabaya dengan jarak tempuh 100Km. Saya bersama 2 orang teman, endik dan obama berlari bersama dengan kecepatan yang saya tekan berada pada pace 7. Sedangkan pelari lain sudah ada yang melesat kedepan dan masih ada yang berlari di belakang saya. Dalam hati saya berkata, "akhirnya hari ini di mulai juga, mari buktikan sampai mana saya bisa bertahan, yang harus saya lakukan hanya terus berlari dan finish".

CP1, Bukit Sentul Lawang (Km 12.6)
Pukul 16.30, saya tiba di cekpoint pertama, dengan kondisi terengah-engah namun senang dan bersemangat. Saya berhasil sampe di titik aman satu, kondisi cuaca masih bagus, tidak panas tidak dingin. Angin di jalan tidak terlalu kencang, namun saya haus sekali. Di titik ini, saya minum satu botol pocari sweat kemudian lanjut lari lagi menuju CP2.

CP2, Indomaret Purwosari (Km 19.8)
Pukul 17.18, saya tiba di cekpoint kedua, dengan kondisi kaki mulai merasa sakit di bagian pinggang bawah. Disini saya disambut tim support yang sudah siap memberikan makan dan minuman bagi pelari serta satu orang dari pshycopreneur yang membantu memberikan stretching bagi pelari yang mulai merasa 'kesakitan'. Setelah minum dan stretching sebentar, saya lanjut menuju CP3, disini saya mulai menggunakan headlamp karena hari sudah mulai gelap.

CP3, Taman Safari (Km 27.3)
Pukul 18.34, saya tiba di cekpoint ketiga yakni di taman safari pasuruan. Pada titik ini saya sudah melewati jarak lebih dari Half Marathon (21KM). Kondisi badan saya mulai tidak karuan, kaki mulai panas, betis pegel, paha tertarik. Setelah makan buah dan minum secukupnya, saya melanjutkan perjalanan menuju CP4 dan hari sudah gelap.

CP4, Masjid Jendral Chenghoo (Km 35)
Pukul, 20.10, saya tiba di cekpoint keempat yakni masjid jendral chenghoo. Saya sudah sangat kelelahan disini, namun saya masih sanggup berlari. Tim support sebagian berkumpul disini dan sebagian lagi sudah ada di cek point selanjutnya. Saya sempatkan sholat magrib dan isya di masjid ini dengan menjama' sholat. Saya berganti baju yang lebih terang karena hari gelap agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Layanan massage dan stretching dari pshyco sangat banyak membantu. kaki saya yang semula sudah sakit dan susah digerakkan, setelah diberikan perawatan terasa ringan dan segar kembali. Setelah bersiap2, saya mulai lanjutkan perjalanan kembali menuju CP5.

CP5, Pom Bensin Apolo (Km 41,7)
Saya tertatih-tatih di jalan menuju CP5. Selama di jalan saya mulai berjalan kaki ketika kaki sudah terasa sakit. Pukul 9.56 Malam, saya tiba di pom bensin Apolo yakni cekpoint5. Pada titik ini merupakan pencapaian besar saya yang pertama, ini adalah marathon saya yang pertama. Karena sebelumnya jarak lari terjauh saya hanya 30an Km saja. Ketika beristirahat di titik ini, tim support memberitakan bahwa di cp6 sedang terjadi hujan besar, tak lama setelah berita itu ternyata cp5 juga hujan. Ahirnya saya mempersiapkan jaket agar tidak basah saat berlari. Setelah siap, saya lanjut menuju CP6, dan hal yang tak diduga terjadi.

CP6, Stasiun Tanggulangin (Km 51)
Setelah bertanya tentang rute selanjutnya kepada tim support, saya berlari meninggalkan CP5 bersama 3 teman lain, Endik Obama Pietter. Ketika 2Km berlari kami menemukan percabangan jalan, kami bingung menentukan jalur yang tepat karena informasi yang kami terima berbeda2. Akhirnya saya bertanya kepada tim, dan dibertahu agar mengikuti jalur lurus. Akhirnya kami berempat sepakat untuk lurus, dan ternyata lurus yang kami kira adalah belok menurut tim support. 4Km kami berlari dan merasa aneh karena jalur yang dilalui bukan jalur protocol. Kami mampir sejenak untuk membeli minum diwarung sekalian memerikasi kembali jalur melalui google map. Tak lama ketika bertanya dan ngobrol kepada penjual minuman, Koh Tommy datang. Kalian nyasar! Jeder, hati rontok, sia2 pelarian 4km kami. Akhirnya saya meminta tim support untuk mengantar ke titik sebelumnya.
Dari titik kami diturunkan oleh tim support, kami lanjut berlari menuju CP6. Terasa lama sekali jalur yang saya lalui menuu Cp6 ini, padahal jaraknya hanya 7-8Km. Dengan kondisi jalan-lari-jalan saya berhasil mencapai titik CP6 pada pukul 12.38 Malam.

CP7, Alun-Alun Siduarjo (Km 58.4)
Setelah beristirahat sejenak di CP6, saya lanjut berlari menuju CP7. Sepanjang perjalanan saya menjumpai banyak sekali penjual makanan, ada nasgor, sate, bakmi, soto, lalapan. pas sekali dengan kondisi saya yang lapar, tp harus tahan untuk tidak makan makanan berat. Ada hal menarik menuju CP7 ini. Pada kondisi jalan yang masih ramai di jam dini hari, mungkin karena malam minggu, banyak anak2 muda nongkrong di pinggir jalan dan banyak anak2 muda yang mengadakan balapan liar ditengah jalan raya. Saya sedang berlari bersama dua teman saya, endik dan obama. Ketika melewati beberapa tempat nongkrong anak muda disepanjang jalan protokol kota siduarjo, satu teman saya tiba tiba dipukul oleh anak muda yang sedang mabuk. Dengan kondisi kami yang lelah dan letih, tidak mikir panjang langsung cari aman saja dengan berlari meninggalkan pemabuk tadi. Tak lama kemudian, sampailah kami bertiga di CP7 pada pukul 2 dini hari. Pada titik ini, kami disambut oleh Delta Runners yang ikut membantu memberikan makanan dan minuman kepada pelari. Di titik ini, saya sempatkan tidur sebentar, rencana tidur 30 menit dan ternyata saya tidur 1 jam. 
Bangun, siap2, kemudian saya lanjutkan lari menuju CP8.

CP 8, Giant Waru (Km 67)
Berlari dengan kondisi lelah, letih, lapar, sakit kaki, ngantuk sangat tidak dianjurkan. Namun ini adalah tantangan yang harus saya taklukkan dalam race ini. sepanjang perjalanan menuju CP8, saya gunakan strategi 5menit berlari dan 5menit berjalan karena kondisi kaki sudah amat sangat tidak baik karena ini pertama kalinya saya berlari ultra (lebih dari 42Km). Jarak 9Km yang biasanya saya lahap dengan waktu dibawah 1 jam, ternyata disini saya harus relakan menempuhnya dalam waktu 2 jam. saya tiba di CP8 tepat sebelum subuh tiba. Beberapa ratus meter sebelum CP8, saya berlari sendiri meninggalkan dua teman saya dibelakang. Ketika konsen berlari, saya melihat satu sosok waria tepat didepan saya, dia melambai namun saya tak menanggapinya, ketika saya sudah mendekat dia menggertak ingin mengejar saya, dengan posisi takut saya tambah kecepatan lari meninggalkan waria sialan itu. Di Cp8 saya berganti baju, celana dan sepatu agar kondisi badan bisa refresh kembali. Setelah siap, saya melanjutkan perjalanan menuju CP9, yakni Taman Bungkul, Surabaya.

CP9, Bank Jatim Darmo (Km 77)
Kondisi kaki yang sudah tidak baik membuat saya tidak sanggup lagi berlari menuju CP9. Ditambah dengan sepatu yang saya kenakan merupakan sepatu trail yang tidak cocok dengan kondisi aspal. Telapak kaki saya sudah sangat sakit sekali, walhasil sepanjang Cp8 menuju Cp9 saya hanya berjalan dan sempatkan beberapa meter saja untuk berlari agar tidak kehilangan irama. Pagi datang menyambut di kota pahlawan, ramai warga memenuhi jalan raya ada yang berjalan, berlari, naik motor dan mobil. karena hari minggu, kota ini sangat ramai dipenuhi orang-orang yang berolahraga. Mental saya untuk berlari sudah habis karena kaki yang tak kuat. Akhirnya saya sugestikan otak untuk menganggap ini adalah jalan2 santai pagi di kota surabaya seraya melihat2 pemandangan. Namun berjalan sejauh 10 Km tidaklah mudah, berkali-kali saya duduk istirahat karena kaki terasa panas. Langkah demi langkah saya jalani dan akhirnya saya sampai di CP9 pukul 7 lewat. Di titik ini kami disambut oleh Kendos runner dan Indorunners Surabaya yang ikut membantu memberikan logistik dan perawatan serta beberapa anggotanya menemani pelari menempuh jarak menuju CP terahir. Disini saya diberikan stretching oleh phsyco agar kuat melanjutkan perjalanan. Saya mengganti sepatu kembali menggunakan sepatu saya sebelumnya, dan bersiap melanjutkan perjalanan menuju CP terakhir. Disinilah cobaan terberat.

CP10, Tanjung Perak (Km 88)
Tepat jam 8 pagi saya bersama endik melanjutkan perjalanan menuju CP10, yakni Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Kondisi cuaca surabaya pada saat itu ngeri-ngeri sedap, kadang mendung kemudian tiba-tiba panas, seperti matahari disana ada 3. Namun, selama perjalanan ke Tanjung perak saya bertemu dengan rombongan pelari lain. Saat itu kondisi para pelari sudah tidak ada yang mampu berlari, dan hanya tersisa 8 orang pelari saja. Mas alfi, dari Delta Runners Siduarjo menemani rombongan pelari terakhir menuju perak hingga kembali nanti ke taman bungkul (Km100). Jarak antara Taman bungkul dan Tanjung perak menurut Map hanya 11Km saja, jika berlari seperti biasa jarak segini saya bisa tempuh dengan waktu satu jam saja namun karena kondisi tidak baik inilah jarak 11K ini saya tempuh dengan waktu 3 jam. Sepanjang perjalanan menuju perak, Koh Tommy selalu muncul tiap 1-2Km menawarkan minum dan memberikan 'tos' ajaibnya. Kenapa ajaib? Jujur di titik ini saya sudah hampir menyerah, namun setiap bertemu koh Tommy saya merasa lebih sanggup berjalan lagi. Akhirnya saya dan 3 teman lain sampai di Cp10 pada pukul 11 siang. Ketika break sebentar untuk memberikan es batu pada kaki saya yang kepanasan, tiba2 hujan turun dengan derasnya. Thanks god, ini hujan berkah! Cuaca panas seketika berubah menjadi adem. Tak lama kemudian saya dan 3 teman saya ditemani mas Alfi berangkat menuju garis finish yakni taman bungkul yang berjarak kurang lebih 12Km dari Tanjung Perak, inilah rombongan pelari terahir dalam race ini.
Langkah demi langkah saya tempuh, perlahan tapi pasti. Sepanjang perjalanan kami ngobrol ngalor ngidul membahas apa saja, hal ini supaya kami tidak bosan dan sedikit memanipulasi mental yang hampir terkikis. Tapi lagi-lagi, tim support berjasa besar disini, setiap 1Km saya bertemu mobil tim support yang memang mengawal rombongan terakhir ini dan lagi2 mental saya naik kembali. Ketika melewati jembatan merah yang bersejarah, kami break sebentar dan mengambil beberapa foto, makan cilok dan minum. Mba dewi tiba2 muncul dengan wajah khawatir melihat kami duduk ngemper di jembatan merah. "Saya pikir kalian nyasar, lama sekali soalnya makanya saya cariin". Oh god demi apa project ini dipenuhi orang-orang hebat :'') Kita lanjut!
Kami terus melangkah, akhirnya tiba di 2Km terakhir. Tim support yang lain sudah terlihat memberikan bantuan untuk menyebrang menuju jalan terakhir menuju finish. Hal yang bikin hati saya tersenyum adalah ketika Koh Tommy terus memberikan 'tos' setiap beberapa ratus meter saya berjalan. Ini karena jalan kami makin melambat dari sebelumnya, efek lelah dan cedera. "Jangan pikirkan COT, lanjut aja saya akan nunggu kalian sampe finish jam berapapun!" teriak koh tommy memberi semangat. Demi apapun, orang ini antara edan dan kelebihan baik. 

Saya dan rombongan pelari terakhir semakin mendekati garis finish, namun terasa sangat jauh. Kita sudah masuk jalana Raya Darmo, ini artinya beberapa ratus meter saja sudah tiba di taman bungkul. Saya sudah keluarkan semua tenaga yang tersisa, kaki terseok-seok, napas terengah-engah, berkali-kali peluh yang mengalir saya hapus dengan baju "Lari Sebentar" yang mulai kotor dan basah keringat. 
Akhirnya saya melihat koh Tommy mulai melambai-lambai, jujur saya ingin memeluk si 'bad ass' ini namun saya masih menyimpan gengsi hahahah. Ada pak heru yang sedang memegang kamera siap menjepret momen finish saya, ada mbak dhean juga disana melambai-lambai memberi selamat, saya jalan beriringan dengan idola saya menuju finish, Koh Tommy.
FINISH!!!!! Dengan powerwalk dan tidak berlari, sebenernya saya mau seolah-olah berlari ketika finish agar foto saya bagus nanti, tp yang saya pikirkan adalah saya sudah berusaha sejauh ini, berjuang sejauh ini, jatuh bangun, sakit, bahagia, ragu, hampir putus asa, saya tidak mau bersandiwara untuk akhir cerita. Sekelebat cerita tiba-tiba mengiang di otak saya, semua teringat kuat dimana ketika chatt pertama saya menuliskan kesediaan mengikuti race ini, pertemuan pertama membahas race ini, tawa dan peluh letih kesakitan bersama ketika latihan core di lapangan futsal, pertemuan terakhir di coffee toffee, suara mamak yang memberi semangat ketika saya menelponnya 2 jam sebelum berangkat menuju race, kesibukan pelari dan tim support ketika akan start, wajah para pelari yang masih tersenyum ketika di foto oleh tim support, cerita saya nyasar di porong sejauh 5K, cerita saya melihat bencong dan hampir dikejar, cerita si obama digampar orang mabuk, cerita sholat di chengho, cerita tidur di alun-alun, cerita powerwalk pagi hari buta di surabaya, kehujanan, kedinginan, kepanasan, sakit telapak kaki, sakit betis, sakit lututu, sakit paha, sakit bahu, sakit kepala, senyum ketika sampai di tiap CP, hampir menyerah di Km terakhir, semua cerita itu datang bertubi-tubi ketika saya menginjak garis finish, dan mata saya memerah kemudian mengeluarkan air mata yang tak bisa saya bendung akibat gulatan memory yang datang.
Saya menangis, cengeng, mungkin saya satu2nya orang di project ini yang menangis. lebay. Tapi bodoamat, saya terlampau haru dan bahagia dengan momen ini. Tos dari mbak dhean, dan pelukan dari pak Antok membuat saya semakin tak mampu membendung air mata. Namun cepat saya segera akhiri momen mewek ini, semua sudah selesai Tuhan. Kau mengabulkan setiap doa yang kupanjatkan ditiap langkah yang kuayunkan menempuh Km demi Km menuju 100Km.

Momen Finish !


Dengan samapinya saya di taman bungkul pada Pukul 02.10 siang, berarti saya resmi menjadi pelari Ultra. Saya finish dengan catatan waktu 23 jam 10 menit, 50 menit lebih cepat dari COT (Cut Off Time) yang ditentukan yakni 24 jam. 

Trans Jatim Ultra 100K bersama teman-teman dari RMR adalah hal paling besar yang saya raih sejauh ini. Saya berlari dari Malang menuju surabaya dari pukul 3 sore hingga pukul 2 esoknya, hampir 24 jam berlari. Tidak gampang menyelesaikan tantangan ini, dimulai dari track yang jauh, melewati jalan protokol yang sejatinya tidak pernah sepi kendaraan juga tantangan sendiri, posisi berlari yang 'contraflow' atau melawan arus membuat saya harus awas dengan kendaraan yang lewat. Tak jarang saya hampir ditabrak angkot, motor, mini bus, bus besar bahkan 'transformers' / truck besar.
Berlari sejauh 100Km dengan menempuh jalan protokol membuat saya hafal detail jalanan, kegiatan warga, tingkah dan prilaku pengendara jalan. Saya juga hafal bau knalpot tiap kendaraan terutama bus besar sekelas RESTU, AKAS, LADJU, TENTREM, atau truck tronton, truck molen dan truck gandeng, mereka punya bau yang hampir berbeda-beda.









Akhir kata, Saya yang lemah ini ingin mengucapkan terimakasih kepada :


Allah SWT, karena tanpa bantuan-Nya saya ini bukan apa-apa dan siapa-siapa.
-Orang Tua dan keluarga yang telah memberikan support pada saya, terutama Mamak :)

Orang orang hebat yang ikut berlari bersama saya,
- Pak Antok
- Akhmad Nizar
- Ryan Rumlak
- Chipon
- Obama
- Agus
- Endik
- Mas Pieter
- Mas Uzzy
- Bowo
- Ganang
- Mas Rizky

Para tim Support yang tidak pernah berhenti membantu, memberi semangat meskipun saya tau kalian juga tidak kalah lelah dan letih membantu kami para pelari,
- Mas Ahmadi 27
- Mas Fahmi
- Mba Dean
- Mba Dewi
- Mba Ema
- Pak Heru
- Abah Rizal
- Mas Kris
- Dath
- Mpas
- Teman2 dari Phsycopreneur, Delta Runners, Kendos dan IR Surabaya.
And special thanks for Koh Tommy, Thanks a lot man. Thanks :'')

Terimkasih juga pada penyandang dana sehingga project ini dapat terlaksana,
- Mas Geoffery
- Pak Heru
- Pocari Sweat
- Teman Pak Heru

Dan yang terakhir, terimakasih banyak kepada semua temen-temen, terutama temen-temen dari Run Malang Run yang sudah memberikan dukungan dan doa serta semangat sehingga kami dapat menyelesaikan project ini.

Terimakasih semuanya atas bantuan dan dukungannya, cerita indah ini tak akan saya lupakan seumur hidup saya, peluk hangat satu buat kalian semua. Salam, Imam Ahmad :)
READ MORE - Jatim Ultra 100K

Friday, December 18, 2015

Critical Eleven

A National Best Seller Novel, Writen by Ika Natassa.

Saya mau bayar hutang dulu, suapaya tidak ditagih terus. Walaupun tidak ditagih juga, saya hanya takut di akhirat nanti saya gagal masuk surga karena perkara saya lupa membayar hutang untuk menulis review sebuah novel. Hahahhaha

Novel ini berjudul Critical Eleven, hadiah ulang tahun saya. Novel ini sampai ke tangan saya hasil kiriman seorang teman dari jember, Nandan Gilang namanya. Thanks sis atas bukunya ! :))

Awalnya sedikit pesimis sama buku ini, dari penulis sampai judulnya sangat asing bagi saya. Asing? Ah atau hanya saya saja yang tidak banyak tau tentang dunia perbukuan. Tapi, karena penasaran dengan embel-embel tulisan "National Best Seller" yang terpampang dibagian atas cover buku ini, alhasil saya coba baca saja. Sebenernya saya ini orangnya pemilih untuk membaca sebuah buku, karena saya ga mau rugi membuang banyak waktu hanya untuk membaca buku yang tidak bagus. Sombong banget memang saya hahaha

Oke, kita langsung saja membahas isi dari novel ini dalam sudut pandang saya sendiri. Jujur, untuk novel drama romantis saya tidak terlalu berpengalaman, sehingga selalu ada kejutan buat saya ketika membaca hal yang jarang saya baca. Hal pertama yang saya perhatikan sebelum membaca buku ini adalah pembatas bukunya. Tampilannya seperti boarding pass penumpang pesawat, disana tertulis nama dua orang yang akan menjadi aktor dan aktris dalam novel ini, namanya Aldebaran Risjard dan Tanya Baskoro.

Critical Eleven ini adalah istilah dalam dunia penerbangan yakni 11 menit paling kritis di dalam pesawat, tiga menit setelah take off dan 8 menit sebelum landing. Ale dan Anya bertemu dalam penerbangan jakarta-sydney, tiga menit pertama anya terpikat, tujuh jam duduk bersebalahan dan saling mengenal, delapan menit sebelum berpissah ale yakin dia menginginkan anya.

Karakter Ale dibuku ini dibangun dengan sangat rapi, dia adalah seorang "tukang minyak" yang bekerja di luar negeri, hidup di tengah laut, lulusan teknik perminyakan di sebuah universitas di amerika, anak Footbal america di zaman kuliah, pecandu kopi dan senang makan ketoprak ciragil. Ale digambarkan sebagai orang yang hangat, gagah, elegan, humoris dan penyayang. yang terakhir sangat ditekankan, karena dengan sifat itulah ia dapat bertahan dalam cerita ini. Ale, juga digambarkan sebagai lelaki berani, bertikai dengan sang ayah karena berbeda pandangan dan nekat kabur dari rumah kemudian kuliah di luar negeri.

Karakter Anya tak kalah dengan karakter Ale, dibuku ini Anya digambarkan sebagai seorang wanita cantik, anggun, penyayang, mandiri, seorang konsultan, kerjaannya bolak balik luar negeri. Tapi, layaknya seorang wanita hatinya cepat rapuh.

Awal pertemuan mereka diceritakan sangat menarik, hingga 5 tahun setelah pertemuan pertama mereka di pesawat akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun, pernikahan mereka harus rela dijalani dengan resiko berjauh2an. Karena Anya kerja di indonesia dan Ale kerja di luar negeri. 5 Tahun pernikahan mereka sangat mulus, penuh cerita romantis ala pasangan yang baru menikah. Namun tragedi terjadi ketika anya mengandung anak pertamanya.

Ale dan Anya yang harusnya dapat mendengarkan tangisan anak pertamanya harus menelan kenyataan bahwa sang anak sudah diambil oleh Sang pencipta beberapa jam sebelum ia dilahirkan. Rasa terpukul calon orang tua sudah pasti terjadi, namun Ale sebagai suami harus mampu tegar menenangkan suasana kacau keluarganya. Tapi, blunder bagi Ale ketika ia "keceplosan" mengatakan jika saja Anya tidak sibuk mungkin Aidan-nama yang akan diberikan pada anak mereka-masih hidup.

Dengan kondisi rapuh dan merasa bersalah, Anya semakin sakit ketika mendengar kata2 Ale. Seolah2 dituduh atas kematian anaknya yang pada dasarnya sangat ia harapkan untuk hadir dalam kehidupan keluarga mereka. 5 Bulan Ale dan Anya hidup berjauhan walaupun serumah. Ale yang merasa bersalah dan ingin memperbaiki hubungan namun Anya sudah terlanjur sakit dan semakin menjauh.

5 Bulan Ale berusaha dengan sekuat tenaga mendapatkan kembali Anya yang dulu, namun 5 bulan Anya merasa hidup dalam neraka. Buku ini sangat rapi menceritakan kisah pertikaian dari sudut pandang bergantian dari sisi Anya dan Ale. Hingga puncaknya Ale dan Anya akhirnya menemukan cara untuk bersatu kembali.

Rasa kehilangan yang mendalam keduanya digambarkan sangat kental, dengan itu pula mereka akhirnya disatukan kembali. Mereka mengerti kehilangan adalah awal untuk mendapatkan yang lebih baik, kehidupan yang lebih baik. Anya hamil anak keduanya, ketika mereka sepakat dan saling mengerti bahwa aidan menginginkan mereka bersatu kembali.

Kalo nulis detail ceritanya sih panjang, tapi alur ceritanya sangat simpel sebenernya. Ale dan Anya bertemu-menikah-bertikai-kembali bersatu. Layaknya critical eleven, Ale dan Anya memutuskan untuk bersama-5 tahun menikah-bertikai karena kehilangan anak mereka-Ale dan Anya memutuskan bersatu kembali dengan mengikhlaskan anak mereka. Awal dan akhir yang merupakan keputusan kritis antara Ambil atau tidak dan lanjut atau putuskan.

Saya, selesai membaca buku ini hampir menangis harus karena endingnya yang terlalu haru dan seru. Cerita pertikaian mereka yang rumit sering membuat saya bergumam dan menuduh salah satu pemeran sangat lebay hahahah tapi overall buku ini saya berikan nilai 8,5 dari 10. You must read this novel.

Sepertinya karena novel ini saya mulai ketagihan membaca genre ini, sering dibikin baper karenanya mumpung ini musim hujan. 

Mungkin cukup dulu deh reviewnya, ngetiknya pegel cuy. kalo ada yang mau ditanyakan tentang novel ini langsung tanya ke penulisnya aja ya. hahahah kalo nanya saya tulis di coment aja. salam !
READ MORE - Critical Eleven