Sunday, April 2, 2017

Indiependent

Dihadapan saya saat ini ada secangkir teh manis panas dan semangkuk ubi yang direbus bersama gula merah. Jangan dekat-dekat dengan saya, saya pelit. Dan hujan.

Hujan turun dengan sabar sejak siang tadi, hingga malam ini ia dan kawan-kawannya belum bosan membuat kegaduhan di genting rumah saya dan juga angin yang bersamanya cukup membuat selimut yang sedari tadi terlipat rapi di ujung kasur menjadi terbuka lebar dan menutupi sebagian badan saya.
Waktu menunjukkan pukul setengah 8 malam, namun sunyinya sudah seperti jam 2 pagi. Hanya suara iklan televisi yang sayup-sayup terdengar dari ruang tengah rumah, disertai gemuruh suara air hujan yang membuat nada khas di genting rumah saya, saya sedang berbaring menatap langit-langit kamar, menerawang, apa yang sedang saya lakukan. Pikiran mulai melayang. 

Sebenarnya saya sedang tidak ingin menulis ini, tapi seperti sebelumnya jika suasana hati saya sedang tidak karuan, menulisnya disini adalah obatnya. Saya sering menulis disini, namun tulisan saya disini harus melalui beberapa tahapan hingga bisa saya klik "publish" dan bisa dibaca orang-orang. Dari puluhan tulisan, biasanya hanya satu yang lulus dari kriteria layak publish. Bukan layak publish sih, tapi karena tulisannya lengkap. Why? karena saya kalo udah nulis, suka banyak godaannya, akhirnya idenya terlupa, akhirnya ga kelar dan ujung-ujungnya bakal terdampar di folder draft blog ini. Tinggal tunggu waktu aja buat ngapus puluhan tulisan yang berjejer di folder draft itu. Semoga blog ini lulus uji coba dan bisa publish. heheu

Sekitar sebulan yang lalu saya memutuskan untuk keluar dari zona nyaman saya, akhirnya saya bekerja di sebuah manajemen hotel. Mungkin bagi sebagian orang ini adalah kerjaan idaman, tapi bagi saya ini tak lebih dari sekedar coba-coba dan refreshing. Saya tidak begitu memimpikan kerjaan seperti ini. "Coba aja supaya kamu tahu rasanya orang kerja kantoran, kerja dengan tim, kerja dibawah arahan bos dan bla bla bla, kalo ga betah ya nanti pindah" kata kakak kepada saya ketika saya meminta sarannya untuk mengambil atau tidak tawaran kerjaan itu. Kakak saya ini paham betul karakter saya, dia tau saya ga suka kerja terikat, ga suka kerja formal, tapi mungkin sebagai kakak ia ingin melihat saya mencoba berbagai hal agar punya beberapa gambaran tentang dunia kerja dan pengalaman.

Hari-hari yang saya lalui menjalani pekerjaan itu yah dibilang mulus tidak dan dibilang tidak mulus-pun tidak. Standar lah sih kalo kata orang. Ada asiknya karena kenal banyak orang, tau lingkungan kerja itu seperti apa, bisa jalan-jalan gratis bolak-balik gili (pulau kecil), nginap di villa yang harga sewanya sampai 8jt/bulan. Ada ga enaknya juga tapi ga mau saya kasih tau, karena keluhan bukanlah hal yang pantas diutarakan, biar saya dan Tuhan saja yang tahu, saya kan pelit.
Dan saya memutuskan resign dari kerjaan itu tepat di hari pertama bulan kedua. Jiwa saya memaksa saya untuk meninggalkan kerjaan itu, seperti ada yang mengingatkan saya bahwa sifat asli saya itu memang tidak suka hal-hal yang terikat. Jiwa itu bebas, buat apa kerja kalo jiaw tidak bebas? :))

Jadi, semenjak masuk kuliah saya mulai mengenal beberapa hal yang berbau indie, minoritas, melawan pasar, suka berlawanan arah. Tapi pada dasarnya jiwa saya ini adalah jiwa yang perasa, sangat sensitif dan peka. Tercampurlah dua elemen itu menjadi satu. Tahun demi tahun saya menjaganya, hingga kemudian membangun karakter saya yang saat ini, senang dengan hal yang orang lain tidak tahu, suka dengan sesuatu yang tak banyak orang suka, malah saya merasa tertantang untuk mencari hal-hal yang tak banyak diketahui orang dan merasa bangga jika hanya segelintir saja yang suka dengan apa yang saya suka, itu menandakan selera saya adalah selera orang-orang pilihan, premium dan langka.

Beberapa lagu dari band-band indie favorit terdengar ringan di telinga saya via earphone yang baru saya beli beberapa hari yang lalu. Nah, karena lagu-lagu inilah rasa "indie" saya muncul lagi ke permukaan. Seperti diajak kembali ke masa dimana jiwa independent saya sedang tumbuh dan berkembang dengan liar. Lagu memang punya memory tersendiri yang bisa membawa pendengarnya kembali di satu masa dan rasa yang memorial.

Saya lahir dari orang pintar dan kreatif. Bapak saya terkenal sangat kreatif dalam membuat sesuatu, salah satu masterpiece -thanks om idepp atas bantuannya menemukan kosakata ini- beliau yang paling fenomenal adalah sebuah kandang ayam 3 susun yang diletakkan di depan rumah, ya walaupun kini tak ada sisa ataupun bekas dari maha karyanya setelah semua ayam di kandang itu kami sembelih untuk menyambut lebaran. Ayamnya habis, kandangnya dipreteli dalam sehari. Padahal bapak membuat itu sendiri dan butuh waktu satu minggu untuk menyelesaikannya. Tapi saya tak bisa melupakan bentuk kandang ayam yang bentuknya seperti rumah klasik, agak miring ke kiri karena pondasinya kurang kokoh. Alfatihah buat bapak.

Jadi, saya memutuskan untuk melanjutkan hidup sebagai orang yang menjunjung tinggi karakter indie yang ada dalam jiwa saya. Indie menurut saya adalah dekat dengan kebebasan dan kreatifitas. Saya akan melanjutkan usaha yang sudah saya rintis dan mulai menyusun rencana untuk mengembangkan sebuah usaha baru. Tak lupa juga ada banyak ide dan rencana hebat untuk komunitas lari kesayangan saya, Runjani. Mendirikan kemudian membesarkan runjani hingga saat ini lebih berharga dari segalanya buat saya. Di runjani inilah letak ide kreatifitas saya terasah dan terlatih. Semoga jiwa-jiwa yang bebas dan suka dengan hal yang tidak biasa ini tetap terjaga, kemudian bisa melahirkan suatu hal yang indah dan keren dan juga bisa memberi hal positif dan bermanfaat bagi sekitar. Semoga.

Akhir kata, sampai sini dulu aja ya. kagak tau lagi mau nulis apa. Saya saat ini sedang melayang setelah mendengarkan lagu-lagu dari efek rumah kaca, bara suara, dan sekarang yang sedang diputar adalah Somos Libres dari Sore band.

Aaauuuuuuuuwwwwwwww ~






READ MORE - Indiependent